Kamis, 01 Desember 2011

Waspadai Polusi Udara di Sekitar Kita Sebabkan Ketulian

Polusi suara atau pencemaran suara adalah gangguan pada lingkungan yang diakibatkan oleh bunyi atau suara yang mengakibatkan ketidaktentraman makhluk hidup di sekitarnya. Suara bising yang terus-menerus dengan tingkat kebisingan yang relatif tinggi dapat mengakibatkan dampak yang merugikan kesehatan manusia. Ini dapat berarti gangguan secara fisik maupun psikologis. Polusi suara yang disebabkan oleh berbagai kondisi pun sangat sulit dihindari. Suara bising kendaraan bermotor, pesawat terbang, deru mesin pabrik, hingga radio tape recorder atau iPhone yang berbunyi keras merupakan sumber-sumber polusi suara yang sangat mengganggu indera pendengaran manusia.Polusi suara atau pencemaran suara adalah gangguan pada lingkungan yang diakibatkan oleh bunyi atau suara yang mengakibatkan ketidaktentraman makhluk hidup di sekitarnya. Suara bising yang terus-menerus dengan tingkat kebisingan yang relatif tinggi dapat mengakibatkan dampak yang merugikan kesehatan manusia. Ini dapat berarti gangguan secara fisik maupun psikologis. Polusi suara yang disebabkan oleh berbagai kondisi pun sangat sulit dihindari. Suara bising kendaraan bermotor, pesawat terbang, deru mesin pabrik, hingga radio tape recorder atau iPhone yang berbunyi keras merupakan sumber-sumber polusi suara yang sangat mengganggu indera pendengaran manusia.

Secara langsung, polusi suara seperti ini dapat menyebabkan ketulian secara fisik dan tekanan psikologis. Lebih jauh, tekanan psikis akan menyebabkan penyakit-penyakit lainnya muncul pada manusia. Pencemaran suara diakibatkan suara-suara bervolume tinggi yang membuat daerah sekitarnya menjadi bising dan tidak menyenangkan.
Polusi suara ini disebabkan oleh suara bising kendaraan bermotor, pesawat terbang, deru mesin pabrik, hingga suara radio yang berbunyi keras dan mengganggu indera pendengaran. Ciri polusi suara adalah suara bising yang teramat mengganggu sehingga cepat atau lambat akan memengaruhi kondisi kejiwaan manusia. Bukan hanya itu, jika dialami dalam kurun waktu yang panjang, imbasnya akan membuat kepekaan telinga berkurang. Padahal, manusia memiliki batas kemampuan mendengar suara mulai dari 20 hingga 20.000 hertz atau setara dengan rentang hingga 140 desibel (tingkat kebisingan). Lebih dari itu, akan terjadi kerusakan pada gendang telinga dan organ-organ lain dalam gendang telinga.
Ambang batas maksimum yang aman bagi manusia adalah 70 desibel. Bisa dibayangkan apa yang terjadi pada orang yang setiap hari mengalami polusi suara itu. Mereka yang bekerja di atas batas tersebut, dalam jangka panjang pastilah akan mengalami gangguan pendengaran. Karenanya, disarankan untuk melakukan pemeriksaan pendengaran secara berkala sebagai upaya mencegah ketulian akibat kebisingan.
Sebenarnya polusi suara bukan hanya mengganggu indera pendengaran semata. Akan tetapi, juga memicu hipertensi lantaran terpicu oleh emosi yang tidak stabil. Hasil studi epidemologis di Amerika Serikat menyebutkan, ketidakstabilan emosi akibat terpapar suara bising akan menyebabkan stres. Jika ditambah dengan penyempitan pembuluh darah, maka dapat memacu jantung untuk bekerja lebih keras memompa darah ke seluruh tubuh. Dalam waktu lama, tekanan darah akan naik dan terjadilah hipertensi.
Penelitian yang sama juga dilakukan pada 2003 oleh Robert Koch Institute di Jerman. Robert meneliti 1.700 penduduk Kota Berlin. Hasilnya, orang yang hidup di tengah kebisingan lalu lintas cenderung memiliki tekanan darah tinggi ketimbang mereka yang tinggal di lingkungan lebih tenang. Dr Heidemarie Wende yang mengepalai studi tersebut dari federal Environment Agency mengatakan, studi ini menunjukkan bahwa polusi suara meningkatkan tekanan darah dan karenanya memiliki dampak buruk bagi kesehatan jangka panjang.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), terpaan polusi suara bahkan berpotensi meningkatkan risiko serangan jantung. Tak heran, masyarakat perkotaan memiliki risiko 46 persen terkena serangan jantung dibanding masyarakat yang hidup di daerah tenang.
Faktanya, bukan hanya nun jauh di Jerman sana masyarakat terkena bahaya polusi suara. Masyarakat Indonesia pun disadari atau tidak juga mengalami bahaya kesehatan akibat polusi yang satu ini. Buktinya, Indonesia masuk dalam empat besar negara
dengan kasus gangguan pendengaran terbanyak di Asia.
Menurut Dr Damayanti Soetjipto, pendiri Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian, 4,6 persen penderita gangguan pendengaran di Asia berasal dari Indonesia. “Data WHO menyebutkan, pada 1998 terdapat sekitar 250 juta penderita gangguan pendengaran, 50 persen di antaranya berada di Asia. Para penderita gangguan pendengaran ini mudah terserang gangguan, seperti gampang marah dan stres,” kata Damayanti.
Lingkungan yang sehat, memiliki tingkat kebisingan maksimal 70 desibel. Di atas angka itu, akan sangat berbahaya bagi telinga. Kalau  terpapar kebisingan –katakanlah sampai 90 desibel– itu maksimal hanya boleh satu jam. Kalau tidak, bahaya bagi pendengaran. Beberapa kota besar di Indonesia memiliki tingkat kebisingan di atas angka aman tersebut. Ahli THT dari Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo, Dr Ronny Suwento bersama timnya pernah mengadakan penelitian tingkat kebisingan di 25 titik di jalan raya Jakarta. Hasilnya, ternyata di 25 titik itu, terutama perempatan Senen dan Tanjung Priok, memiliki tingkat kebisingan yang mencapai 80 desibel. Penelitian itu juga menemukan sekitar 10,7 persen pedagang asongan dan kaki lima, tukang parkir, serta polisi lalu lintas yang sering terpapar kebisingan di daerah- daerah itu, mengalami gangguan pendengaran.
Awalnya ketika ditanya para responden mengaku tidak mengalami gangguan pendengaran. Namun setelah dilakukan tes dengan menggunakan soundproof, dan alat lain di lingkungan yang steril, mereka terbukti mengalami gangguan pendengaran. Ronny menjelaskan, gangguan pendengaran itu bersifat gradual. Orang sering kali tidak sadar bahwa mereka telah mengalami gangguan pendengaran.
Maka itu, untuk mengetahui apakah seseorang mengalami gangguan pendengaran dapat dilakukan dengan patokan berikut. Umumnya, gangguan itu terjadi pada frekuensi tinggi, sekitar 4.000 Hz. Orang baru sadar ada gangguan jika gangguan itu mulai masuk ke frekuensi 500–2.000 Hz. Ini frekuensi yang sering didengar orang. Kerasnya kurang lebih seperti percakapan sehari-hari. Jadi jika ada orang bicara, dia agak tidak mendengar dan baru sadar kalau terkena gangguan pendengaran.
Earphone atau iPhone Gangguan Pendengaran

  • Suara bising dari pemutar musik melalui earphone, iPhone atau sejenisnya akan secara berangsur-angsur akan menurunkan kualitas pendengaran. Hal tersebut secara nyata terbukti pada para remaja di Amerika Serikat. Survei terbaru menunjukkan, 1 dari 5 remaja di sana mengalami gangguan pendengaran. Kebiasaan mendengarkan musik dari pemutar digital dengan volume keras dituding menjadi penyebabnya. Penelitian yang dilakukan para ahli dari Harvard itu menunjukkan prevalensi gangguan pendengaran meningkat dari 15 persen pada tahun 1988-1994 menjadi 19,5 persen pada survei tahun 2005-2006.
  • Mayoritas gangguan pendengaran termasuk “ringan”, yaitu ketidakmampuan mendengar suara pada desibel 16-24 atau suara setara bisikan atau gemerisik daun. Namun, gangguan pendengaran ini secara berangsur bisa memburuk.  “Gangguan pendengaran ringan ini masih memungkinkan mereka untuk mendengar suara vokal dengan jelas. Namun, mungkin ada sebagaian suara konsonan yang kurang begitu jelas, misalnya huruf-huruf T, K, dan S,” kata dr Gary Curhan, salah satu peneliti. Walaupun para peneliti tidak secara khusus menuding iPod sebagai biang keladi, peningkatan jumlah penderita gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi terus meningkat. Penelitian terbaru di Australia juga menunjukkan hasil yang tak jauh beda. “Dalam jangka panjang, kebiasaan mendengarkan musik dari player dengan volume keras memang bisa mengganggu pendengaran, tapi bukan berarti anak-anak tidak boleh menggunakan MP3 player,” kata Curhan.
  • Perkembangan teknologi elektronik dan kompresi audio maupun video saat ini semakin canggih, hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya produk pemutar file digital portabel. Music Player 3 (MP3), MP4, atau handphone player (iPod) adalah beberapa contoh alat pemutar musik yang sekarang ini digemari masyarakat. Disamping kualitas yang selalu membaik, bentuk dan ukurannya pun juga semakin beragam dengan harga terjangkau. Umumnya, untuk mendengar lagu favorit orang menggunakan earphone (headset) yang dikenakan di telinga. Tak hanya dalam waktu 1 atau 2 jam, bahkan saat santai orang biasanya betah mendengarkan musik hingga lebih dari lima jam, padahal sebenarnya dalam jangka panjang alat tersebut dapat mengganggu telinga.
  • Dalam sebuah perangkat pemutar file digital yang didengarkan melalui earphone, energi suara yang dihasilkan adalah berada di atas 90 dB (desibel). Suara dengan intensitas energi sebesar ini kurang lebih sama dengan yang dimiliki oleh mobil atau mesin pemotong rumput. Sehingga dapat dibayangkan berapa besar intensitas energi suara yang masuk ke dalam telinga. Berdasarkan standar kesehatan telinga yang diakui nasional maupun dunia internasional, seseorang hanya diperbolehkan menerima energi suara maksimal 80 dB secara terus menerus selama maksimal delapan jam.
  • Jika intensitas energi suara yang diterima menjadi dua kali lipatnya atau 83 dB (dalam skala dB), maka maksimal waktu yang diperbolehkan adalah hanya empat jam. Kemudian jika intensitas naik menjadi 86 dB maka durasi waktu yang diperbolehkan hanya dua jam, terlebih jika di atas 90 dB tidak boleh mendengarkan lebih dari satu jam. Hal ini dimaksudkan agar telinga tidak mengalami gangguan pendengaran, baik yang bersifat permanen maupun sementara
  • Efek penggunaan dari earphone yang terlalu sering akan muncul dalam jangka panjang. Radiasi maupun frekuensi yang ditimbulkan oleh earphone yang digunakan secara terus-menerus terlebih dengan suara yang keras akan mengganggu syaraf-syaraf pada telinga, akibatnya orang dapat mengalami gangguan fungsi pendengaran.
Mekanisme Terjadinya Gangguan

  • Dalam proses pendengaran, bunyi yang keluar dari berbagai macam benda ditangkap kemudian dapat didengar oleh telinga melalui sejumlah proses. Saat suara masuk, tulang-tulang pendengaran akan bergetar kemudian diteruskan ke bagian koklea (rumah siput) yang terletak di tengah telinga.
  • Pada bagian koklea terdapat sel-sel rambut yang berfungsi menangkap rangsangan atau frekuensi suara. Sel ini juga berfungsi mengubah energi akustik menjadi rangsang listrik untuk diteruskan ke pusat persepsi pendengaran di otak.
  • Suara yang berfrekuensi lebih dari 80 dB dapat membuat sel-sel rambut mengalami kelelahan, jika terus mengalami kelelahan maka lama-kelamaan akan mengalami kerusakan. Kerusakan pada sel rambut menyebabkan terganggunya proses mendengar, akibatnya terjadinya penurunan fungsi pendengaran.
  • Jadi perlu waspada bagi masyarakat yang gemar mendengarkan musik hingga berjam-jam dengan earphone karena ketulian dapat menyerang lebih awal. Pada awalnya, telinga yang sering menggunakan earphone tidak merasakan apa-apa. Tetapi ketika hendak mencabut earphone, telinga terasa panas dan berdengung (titinus). Itu terjadi akibat kelelahan dan kekakuan tinggi koklea yang disebabkan oleh suara musik yang terjebak di dalam telinga bagian tengah. Kelelahan koklea yang terjadi terus-menerus dan tak segera ditangani dapat menyebabkan gangguan pendengaran menetap,” paparnya. Titinus sebenarnya adalah hal yang normal karena merupakan tanda telah terjadi kerusakan di dalam sel rambut. Namun, akibat seringnya terjadi kerusakan, akan menjadi permanen karena sel-sel yang rusak tidak dapat memperbaiki diri sendiri atau mati. Tak hanya dari earphone, gangguan fungsi pendengaran juga dapat timbul dari penggunaan handphone dan sumber kebisingan lain seperti konser musik, mesin pabrik atau ledakan yang dapat menyebabkan trauma akustik. “Jika terjadi gangguan tuli syaraf, maka salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan mengenakan alat bantu pendengaran,
Bahaya Gangguan pendengaran di Roller Coaster
  • Meluncur di atas roller coaster mungkin bisa mengatasi ketegangan dan memacu adrenalin, tetapi ada bahaya kesehatan telinga yang perlu Anda ketahui. Penelitian menunjukkan, laju roller coaster yang sangat cepat bisa menyebabkan sakit telinga yang disebut barotrauma. Pada pertemuan para ahli telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) di Las Vegas, akhir April lalu, ditampilkan sebuah kasus pasien yang menderita barotrauma setelah menaiki roller coaster berkecepatan 120 kilometer per jam dalam empat detik. Sekitar 36 jam setelah naik permainan itu, pasien itu mengeluhkan rasa sakit dan penuh pada bagian telinga kanan.  Pemeriksaan fisik yang dilakukan dokter menemukan kerusakan pada bagian telinga kanan, yakni pembengkakan saluran telinga dan peradangan pada gendang telinga meski tidak terjadi robekan. Dokter menduga, bagian telinga kanan yang sakit itu terpengaruh saat roller coaster membalik dan kepala berada di bawah. Ketua peneliti, Kathleen L Yaremchuk, dari Henry Ford Hospital, AS, menduga, telinga si pasien mengalami tekanan cukup tinggi saat roller coaster melaju. “Para dokter harus mewaspadai kemungkinan roller coaster sebagai penyebab barotrauma. Kami merekomendasikan orang yang ingin naik roller coaster harus memperhatikan durasi permainan untuk mengurangi dampak tekanan pada telinga,” katanya.
  • Barotrauma sering kali dialami penumpang pesawat udara atau penyelam. Gejalanya berupa sakit telinga, gangguan pendengaran ringan, dan rasa penuh dalam telinga. Rasa ini disebabkan karena gendang telinga terdorong ke luar atau ke dalam akibat perubahan tekanan udara.  Masalah lebih berat dapat terjadi jika perubahan tekanan udara cukup besar atau saluran tuba eustachius tersumbat seluruhnya. Pembuluh darah halus (kapiler) telinga tengah akan pecah dan menyebabkan perdarahan. Darah yang memenuhi telinga menimbulkan gangguan pendengaran. Tentu saja tidak semua penumpang roller coaster akan mengalami gangguan telinga. Yaremchuk menegaskan bahwa kasus yang dialami pasiennya sangat unik. Kendati demikian, ia menyarankan agar kita bisa melakukan pencegahan agar tidak terjadi barotrauma.
Deteksi Dini Gangguan Pendengaran
Ikuti skrening beberapa hal di bawah ini :

  • Saya sering meminta orang untuk mengulang apa yang mereka ucapkan.
  • Saya bisa mendengar, tetapi kadang tidak bisa memahami seluruh perkataan.
  • Pendengaran saya tidak sebagus seperti biasanya.
  • Saya kesulitan mendengar di tempat-tempat berisik.
  • Saya kesulitan mengikuti percakapan-percakapan kelompok.
  • Keluarga saya bilang jika saya menyetel radio dan televisi terlalu keras.
  • Saya kesulitan memahami perkataan anak-anak.
  • Saya suka memastikan ucapan orang melalui pasangan atau angggota keluarga.
  • Saya mengalami kesulitan mendengar di gedung bioskop atau di tempat-tempat pertemuan yang luas.
  • Orang-orang bilang, pendengaran saya kurang bagus.
Jika Anda menjawab “Ya” lebih dari tiga pertanyaan di atas, Anda sebaiknya menemui dokter atau ahli untuk melakukan tes pendengaran. Semakin lama Anda menunda, akan semakin sulit tindakan untuk memulihkan pendengaran Anda.
Pencegahan
  • Jika selalu terpapar polusi suara, sebaiknya gunakan pelindung telinga atau ear plug ataupun flat attenuator yang biasa digunakan oleh teknisi musik saat menyiapkan konser.
  • Volume tidak boleh lebih dari 80 db atau tombol volume dipasang pada 50-60 % total volume.Jangan gunakan alat pemutar musik dalam pesawat terbang atau pada lingkungan ramai, sebab di situasi itu Anda cenderung menaikkan volume yang akan merusak pendengaran.
  • Jangan terlalu lama mendengarkan musik melalui earphone, apalagi terus menerus. Beri istirahat telinga setiap ½ -1 jam. Sebab jika organ dalam koklea merasa capek, pendengaran bisa mengalami rusak permanen.Gunakan alat pemutar musik yang memiliki volume control
  • Penggunaan earphone yang masuk sampai ke dalam telinga ternyata berbahaya bagi telinga, terlebih jika digunakan dalam waktu yang lama dan volume yang melebihi batas toleransi pendengaran.
  • Bahaya pengguaan earphone mulai dari suara mendenging atau tinnitus sementara sampai pada kerusakan saraf pendengaran pada telinga. Oleh karena itu, berikut beberapa tips sehat menggunakan earphone bagi telinga:Usahakan copot earphone setiap 20 menit
  • Pilih pemutar musik yang suaranya tidak lebih dari 95 desibel
  • Pasang volume yang tidak terlalu besar, jika anda sudah tidak dapat mendengar suara di sekitar anda, sebaiknya kecilkan volume earphonePastikan ada label ‘CE’ atau ‘SNI’ pada earphone yang anda beli
  • Jangan pasang earphone sampai menusuk ke dalam telinga

0 coment:

Posting Komentar